Sabtu, 22 Juni 2013

STEFI, MY LOVE !!! [ Part 1 ]

Halo. Saya Putri, penghuni blogger yang baru ^^. Senangnya bisa mengoperasikan blogger lagi, setelah sekian lamanya hiatus. Dan untuk menyambut pembukaan blog ini, saya akan mem-post cerita atau lebih tepatnya cerbung karya saya. Sebelumnya sih cerbung ini sudah saya post di beberapa grup facebook. Tapi, saya memutuskan untuk di post lagi di blogger ini. Yah, sekalian menuh-menuhin isi blog ini. Hehehe.

Oke, sekian kata-kata dari saya. Maaf jika ada kesalahan kata-kata. Selamat membaca dan ditunggu komentar, saran, dan kritikannya. Terima kasih ^^


- STEFI, MY LOVE !!! -


"Baik Juan, sekarang silahkan kamu bersihkan gudang ini." Perintah Bu Ramah kepada Juan.

Pagi ini Juan di hukum membersihkan gudang sekolah yang berada di lantai paling atas ( lantai 4 ) tepat di depan aula sekolah. Juan di hukum karena terlambat datang ke sekolah. Padahal, Juan hanya terlambat 5 menit tapi sudah di hukum seberat itu. Maklum, sekolah ini sangat ketat peraturannya. Jangankan telat 5 menit, telat 2 detik masuk lobi saja sudah kena hitungan. Dan hari ini adalah hari sial bagi Juan sang pentolan sekolah. Dia harus membersihkan gudang sekolah yang besarnya dua kali lipat dari ruang kelasnya. Dan, sendirian pula? Damn.

Juan. Dialah sang pentolan sekolah. Pentolan sekolah disini bukan maksudnya dia sering terlibat tawuran antar sekolah, bukan itu. Dia jago berkelahi, watak pembangkang dan yang pasti punya watak bossy. Ayahnya merupakan salah satu donatur terbesar di sekolahnya. Jadi, tidak heran jika beberapa guru termasuk Kepala Sekolah sangat segan terhadap Juan.

Walaupun Juan nakal di sekolah, dia selalu bertanggungjawab atas perbuatannya. Seperti pagi ini. Dia terlambat, ya dia harus menerima ganjarannya. Karena dia hanya akan berperilaku seperti itu kepada hal-hal yang wajar saja. Jika hal-hal yang tidak wajar dan tidak penting, dia memilih melawannya.

"Ya, gue bersihin" jawab Juan ketus.

"Juan, apa kamu tidak bisa berbicara lebih sopan sedikit kepada guru kamu?" Tanya Bu Ramah yang tidak suka dengan gaya bicara Juan.

"Gak tuh kayaknya." Jawab Juan dengan enteng.

"Ck. Emang dasar anak susah di atur kamu. Selalu membangkang nasehat. Gak sadar apa siapa kamu. Dari keluarga yang baik, tapi kelakuan sama sekali tidak ada baik-baiknya." omel Bu Ramah.

"Yee. Suka-suka gue dong. Ribet banget sih jadi orang. Udah deh, gue mau beresin gudang. Kan situ sendiri yang nyuruh gue beresin gudang. Mau juga di bersihin?" Balas Juan.

"Errggghhh! Dasar anak brandal kamu Juan. Gak punya sopan santun. Mending saya pergi dari sini, daripada harus ladenin anak seperti kamu." Omel Bu Ramah. Bu Ramah pun berbalik lalu berjalan menuju pintu dan keluar dari gudang. Bu Ramah pun sedikit membanting pintu gudang saat menutupnya.

"Cih, dasar. Nama doang Ramah. Padahal kagak ada ramah-ramahnya sama sekali tuh orang. Ngemeng dah lo sono." Gumam Juan.

"Adoh, sapunya dimana lagi. Gembel banget sih ini gudang gak ada sapunya. Tolol lah!" Omel Juan sambil menendang salah satu kursi yang berada didekatnya. Juan pun pergi meninggalkan gudang untuk mengambil sapu.


♥♪♥ ♥♪♥ ♥♪♥ ♥♪♥


"Hem. Kamu ya Stefi, selalu datang terlambat dan tidak pernah tepat waktu. Apa perlu ibu buatkan surat panggilan untuk orangtua kamu?" Omel Bu Ramah kepada seorang siswa perempuan yang tertangkap datang terlambat.

"Maaf bu. Hah? Ja..jangan bu. Saya mohon jangan panggil orangtua saya. Plis bu, plis." Mohon Stefi pada Bu Ramah.

"Gak Stefi. Ini perlu di tuntaskan. Kamu bisa mencoreng nama baik sekolah kita karna kelalaian kamu ini. Tidak hanya sekali-dua kali kamu datang terlambat Stefi, tapi setiap hari. Ibu, selaku Guru BP harus meluruskan ini semua. Dan jalan satu-satunya hanya dengan memanggil orangtua kamu, agar mereka bisa mengarahkan kamu." Terang Bu Ramah.

"Aduh bu, saya kan dateng telat gara-gara rumah saya jauh. Jalanan juga tiap pagi macet bu. Dan ginilah, jadinya saya suka dateng telat." Jelas Stefi.

"Stefi, kalo alasan itu bukan hanya kamu yang alami. Semua juga pasti alami yang namanya jarak jauh dan jalanan macet. Bukan berarti itu kamu jadikan alasan. Kamu bisa pergi lebih awal dari rumah, jadi kamu tidak terjebak macet. Lagian, kamu ini kan bukannya sudah disediakan supir pribadi? Ngapain juga kamu pake naik angkutan?" Ucap Bu Ramah.

"Saya cuma mau mandiri bu. Saya gak mau terlalu bergantung sama papa-mama saya bu." Balas Stefi dengan pelan.

"Ya, ibu mengerti Stefi. Tapi bagaimana lagi, kamu sudah kelewatan. Hem, atau begini saja. Ibu akan beri kamu kesempatan untuk memperbaiki kebiasaan kamu ini. Kalo kamu sampai datang terlambat lagi, ibu akan benar-benar memanggil kedua orangtua kamu. Dengar itu ya Stefi. Ibu tidak main-main dengan hal ini." Ancam Bu Ramah.

"Be..bener bu? Ibu gak akan panggil orangtua saya? Wah, makasih banyak bu. Saya janji. Kali ini adalah terakhir kalinya saya datang terlambat. Mulai besok saya akan dateng tepat waktu. Saya janji bu." Ucap Stefi sumringah.

"Ya. Ibu tidak hanya butuh janji Stefi, tapi juga bukti. Pokoknya kalo kamu besok masih telat, ibu langsung mengirimkan surat panggilan untuk orangtua kamu." Jelas Bu Ramah.

"Iya bu. Besok saya pasti dateng tepat waktu. Makasih banget bu." Ucap Stefi dengan senyuman tulus.

" Ya. Tapi sehabis ini kamu langsung menuju gudang atas. Itu adalah hukuman kamu untuk hari ini. Ayo, lekas kamu ke gudang atas. Bereskan dan bersihkan gudang itu." Perintah Bu Ramah.

"Huh... Iya bu, iya..." Jawab Stefi dengan lemas, lalu pergi menuju gudang atas.


♥♪♥ ♥♪♥ ♥♪♥ ♥♪♥


"Ish, parah banget sih. Kemaren perasaan gua cuma disuruh jalan jongkok doang deh. Kok sekarang malah disiksa sih, disuruh beresin gudang. Ampun deh. Itu gudang gede banget lagi. Bisa-bisa semaput nih gua. Hadeh." Umpat Stefi.

Stefi pun menaiki anak tangga satu-persatu dengan niat setengah hati, hingga akhirnya sampai di lantai 4. Di lantai empat memang hanya ada ruang aula dan gudang saja. Ruang gudang, bukan berarti berantakan dan tidak tertata. Justru ruang gudang ini tampak rapi, cuma harus sering-sering di bersihkan saja agar tidak berdebu. Makanya, sering guru-guru memanfaatkan siswa-siswi yang sedang di hukum untuk membersihkan gudang.

Stefi pun memasuki ruang gudang. Dia meletakkan tas sekolahnya di salah satu kursi yang terletak di dekat jendela. Tak lama, terdengar derap langkah di belakang Stefi. Spontan, sekujur tubuhnya pun langsung tegang. Dia benar-benar tegang saat itu. Stefi sangat ketakutan. Apalagi, memang sering terdengar cerita mistik dari gudang sekolahnya ini. Dan . . .

PLOK! Sekarang ada yang menepuk bahunya. Makin terkejutlah Stefi saat ini. Dia memejamkan matanya. Berusaha agar tetap bertahan agar tidak shock lalu pingsan, seperti halnya orang-orang yang melihat penampakan.

"Oh My God... Ya Tuhan... Lindungi hambamu ini dari segala gangguan mahkluk gaib Tuhan... Hamba sangat takut... takut banget..." Doa Stefi dalam hati.

"Heh! Lo siapa? Dan ngapain lo disini?" Tanya sebuah suara di belakang Stefi.

"Huuaa... Makasih Tuhan, ternyata dia manusia." Ucap Stefi dalam hati dengan syukur karena ternyata barusan yang di dengarnya adalah suara manusia. Stefi pun membalikkan badannya. Dia menatap kesal cowok di hadapannya.

"Eh, lo tuh yah ngagetin orang aja!" Omel Stefi.

"Yee. Bodo! Lagian, ngapain lo disini?" Balas Juan yang sudah kembali membawa sebuah sapu ijuk.

"Ish, terserah gue dong mau disini apa engga. Lo sendiri ngapain?" Tanya Stefi dengan ketus.

"Bego. Ditanya malah balik nanya. Gue dihukum sama si Ramah ngebersihin gudang." Jawab Juan.

"Ya udah. Sama kalo gitu. Gue juga di hukum sama bu Ramah." Balas Stefi, lalu berjalan mencari sapu.

"Eh, lo tau sapu dimana?" Tanya Stefi kepada Juan.

"Ga ada. Ini aja gue ngambil di bawah." Jawab Juan ketus.

Stefi pun bergegas turun ke bawah mencari sapu.


♥♪♥ ♥♪♥ ♥♪♥ ♥♪♥


Stefi sudah kembali dengan sapunya. Dia melihat Juan sudah menyapu setengah ruangan. Juan juga sudah menyisihkan sampah hasil sapuannya ke pengki. Stefi pun memulai kegiatannya. Namun tak berapa lama, dilihatnya Juan sudah memakai tasnya lalu bergegas pergi meninggalkan gudang. Stefi pun tidak terima dengan kelakuan Juan. Seenaknya saja dia mau pergi, padahal dia baru menyapu, dan masih banyak hal lagi yang harus dikerjakan terhadap gudang itu.

"Heh! Mau kemana lo?!" Panggil Stefi, lalu berlari menghampiri Juan yang baru akan membuka pintu gudang.

"Apaan lagi sih? Tugas gue kan udah selesai. Dan gue harus pergi dari tempat jelek ini." Tegas Juan sambil menatap mata Stefi dengan tatapan nyolot.

"Enak aja. Lo kira ngebersihin gudang tuh cuma dengan di sapu doang apa? Ngebersihin gudang tuh harus di pel juga, dan di beresin barang-barangnya." Omel Stefi, tidak terima dengan jawaban Juan.

"Alah, bawel banget sih lo. Ribet tau nggak. Udah yah, ga usah cari sensasi sama gue." Balas Juan tidak mau kalah.

"Ish, belagu banget lo jadi cowok. Dasar geblek! Sori yah, najis tau nggak cari sensasi sama lo. Siapa elo??!!!" Balas Stefi tidak kalah galak. Ia menaikkan dagunya dan memberi tatapan menantangnya kepada Juan.

"Ya udah, bodo amat lo mau bilang apa. Udah, gue mau pergi. Gak usah banyak bacot deh lo. Sana, lo mendingan nyapu. Kan lo juga di hukum." Perintah Juan. Juan pun membalikkan badannya dan melanjutkan langkahnya.

"Heh cowok saiko! Gak, lo gak bisa pergi! Lo harus lanjutin kerjaan lo!" Teriak Stefi. Stefi pun menarik tangan cowok itu. Tapi, kuku-kuku tangan Stefi yang tajam menyebabkan tangan Juan tergores hingga berdarah. Juan kaget dan marah melihat perbuatan Stefi. Dia pun membalikkan badannya dan menatap Stefi tajam. Matanya berkilat penuh amarah. Darah merah menghiasi tangannya yang sawo matang itu.

Stefi yang melihat itu pun langsung ciut seketika. Dia benar-benar menyesal karena sudah mencakar tangan cowok itu. Stefi melangkahkan kakinya mundur, saat menyadari cowok itu sudah maju mendekatinya.

"Cewek tolol! Apa lo bener-bener udah siap cari ribut sama gue?" Tanya Juan dengan nada manis, sambil mengusap tangannya.

"Emh... Emm... So... Sorry. Gu... Gue bener-bener gak sengaja. Gue tadi cuma pengen nahan lo, tapi tangan lo malah kecakar kuku-kuku gue." Jawab Stefi gugup. Stefi pun semakin ketakutan saat dilihatnya cowok itu semakin mendekat kearahnya. Stefi sendiri sudah mentok pada dinding di belakangnya. Kalau ada yang melihat hal ini pun rasanya tidak mungkin karena, sebelum cowok itu menghampiri Stefi, dia terlebih dahulu menutup pintu gudang dan menguncinya.

Jarak cowok itu pun sudah hampir dekat. Satu langkah... dua langkah... tiga langkah... empat langkah... dan... Jleb. Tubuh cowok itu sudah menempel di tubuh Stefi. Dalam jarak sedekat itu, Stefi bisa merasakan aroma tubuh cowok itu yang wangi dan khas. Hangat nafasnya pun terasa di wajah Stefi. Stefi benar-benar ciut sekarang. Dia mencoba sekuat tenaga agar tidak terlihat lemah di hadapan cowok ini.

"Kenapa? Takut" tanya Juan santai.

"Eng... enggak. Nga... ngapain takut." Jawab Stefi gugup.

"Hemm... gitu yah? Ya udah biasa aja dong tampangnya. Kan lo sendiri yang nyuruh gue jangan pergi. Dan gue, akan disini dengan lo, sayang" Jelas Juan sambil telunjuknya menyusuri wajah Stefi. Stefi pun memejamkan matanya, seakan menikmati sentuhan itu.

"Kalo gitu, lo boleh pergi. Ya, lo pergi aja. Biar gue yang beresin gudangnya." Ucap Stefi. Daripada dia harus berurusan dengan cowok di hadapannya.

"Cih, segampang itukah lo nyuruh gue pergi lalu mencakar tangan gue biar gue jangan pergi trus sekarang malah nyuruh gue pergi? Gak segampang itu, manis!" Balas Juan, lalu mengurung Stefi dengan kedua lengannya. Juan pun menempelkan keningnya ke kening Stefi.

"Lo... lo mau apa...? Gue akuin gue salah karna udah nyakar lo, dan gue bakalan tanggung jawab kok. Gue bakalan obatin tuh tangan lo." Terang Stefi. Jantungnya sudah berdegup kencang. Tubuhnya sudah melemas.

"Enggak... gue gak butuh di obatin. Karena, gue bakalan laporin elo ke Bu Ramah. Lo tau kan apa hukuman yang tepat untuk perbuatan seperti ini?" Tanya Juan sambil menunjukkan bekas luka cakaran Stefi.

"Apa? Lo mau laporin gue? Aduh, plis jangan laporin gue dong." Mohon Stefi kepada Juan.

"Hem... sayangnya yah, gue bakalan tetep laporin lo. Lagian sih, liar banget." Ucap Juan sambil menaikkan sebelah alisnya menyunggingkan senyum liciknya.

"Sumpah, tadi itu gak sengaja... Gua cuma pengen nari tangan lo, tapi malah kecakar sama kuku gue... Plis, gue mohon jangan laporin gue..." Pinta Stefi dengan wajah sudah hampir menangis.

"Hem... gak segampang itu dong." Balas Juan, mata Juan pun mengerling nakal.

Dengan gerakan pelan tapi pasti, Juan melepaskan kurungannya namun badannya tetap menempel di badan Stefi. Dia menangkat dagu Stefi dengan tangan kanannya, lalu mengelus pipi Stefi dengan tangan kirinya. Stefi yang di perlakukan seperti itu pun hanya bisa pasrah. Karena kesalahan telak terletak padanya. Daripada dia harus di laporkan ke bu Ramah yang bisa-bisa langsung memanggil kedua orangtuanya, lebih baik dia pasrah seperti ini. Stefi pun memejamkan matanya. Deru nafasnya pun sudah tak beraturan.

Dan... tak lama Stefi merasakan kelembaban pada bibirnya. Ya, Juan telah menyatukan bibirnya dengan bibir Stefi. Juan melumat bibir gadis di hadapannya dengan dalam. Juan melumat bibir Stefi dengan penuh perasaan. Stefi masih memejamkan matanya. Sangat ingin ia mendorong tubuh cowok itu, lalu menampar wajahnya. Tapi, entah kenapa ada sesuatu dalam dirinya yang menahannya untuk melakukannya. Sedangkan bibir Juan masih menempel di bibirnya, ciuman itu masih berlangsung.

Ciuman itu berlangsung selama lima menit. Juan pun melepaskan ciumannya. Stefi pun membuka matanya. Tampak kerlingan nakal dari Juan. Juan pun mengusap bibir Stefi dengan ibu jarinya. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Stefi dan membisikkan sesuatu yang membuat Stefi ingin benar-benar lenyap dari bumi saat itu juga.

"Bibir lo manis. Lain kali, gua harap bisa lebih dari ini." Ucap Juan. Dia mengelus kepala Stefi, lalu pergi meninggalkan Stefi yang masih diam dan bengong mencerna kejadian barusan.


♥♪♥ ♥♪♥ ♥♪♥ ♥♪♥


---TO BE CONTINUE---